Member-only story
Bisikan dari Dinding yang Retak
Dia datang lagi
Prosa
Aku menutup pintu kamarku. Bunyi kunci beradu dengan logam seperti bisikan kecil yang merayap di belakang tengkukku. Di dalam sini, dinding-dinding bernafas pelan. Mereka mengembang dan menyusut, mengikuti denyutku yang tak beraturan. Aku bisa mendengar suara-suara samar, bukan suara orang, tapi suara benda yang selama ini diam. Jam meja berdetak dengan nada lirih, ia menyanyikan lagu duka yang tidak seorang pun tahu.
Aku duduk di tepi ranjang, menggenggam udara yang semakin pekat. Lampu sudah mati sejak sore tadi. Kegelapan ini punya tekstur seperti beludru hitam yang melilit, menempel pada kulit, menutup mataku tanpa belas kasihan. Aku menyukainya, kegelapan ini; di sini aku bisa lenyap. Tak ada yang tahu aku masih bernapas atau mungkin sudah menguap ke dalam debu.
Angin dari sela jendela berbisik di telingaku, namaku disebut-sebut, tapi bukan oleh suara manusia. Aku merinding. Di ruang ini, bayanganku sendiri terdistorsi, membengkak, berubah. Aku mencoba menutup mata, tapi yang kulihat adalah warna-warna yang berputar, ungu busuk, merah belati, biru dingin yang menusuk.
Mereka datang lagi.
“Aku di sini,” kataku lirih, entah pada siapa. Seseorang atau sesuatu mendekat. Aku merasa tempat tidurku bergerak pelan, seperti ada makhluk…