Member-only story
PROSA
Di Antara Bekas Luka dan Obsesi
Siang itu, ruang di sekelilingku penuh dengan suara, tetapi yang kurasakan hanya sunyi. Semua itu memudar begitu aku melihatnya. Sosoknya berdiri tegap di sudut ruangan, dikelilingi oleh percakapan yang tak pernah sampai ke telingaku. Seolah ia adalah pusat dari segala sesuatu, sumbu di mana seluruh dunia berputar, dan aku hanyalah satelit kecil yang terikat pada gravitasinya.
Dia tidak muda. Tidak ada hal yang polos atau mentah darinya. Justru itulah yang membedakannya, yang membuatku tidak bisa berpaling. Usianya dua puluh tahun lebih tua dariku, tetapi waktu telah memberikan sesuatu yang tak bisa diberikan oleh masa muda — ketenangan, kekokohan, daya tarik yang tenang namun mendalam. Tubuhnya tinggi, bahu yang lebar membawa kesan seolah ia memikul beban dunia tetapi tidak pernah goyah.
Aku tahu semua tentang dirinya, bukan karena ia memberitahuku, tetapi karena aku memerhatikannya dengan intensitas yang memalukan. Kulitnya putih, tetapi tidak pucat; ada semburat hangat di sana, yang hanya terlihat saat ia berada di bawah cahaya tertentu. Dadanya bidang, memancarkan kekuatan yang mengintimidasi, namun ada sesuatu yang halus dalam setiap gerakannya.
Lalu ada bekas luka itu. Guratan panjang di tangan kanannya tampak seperti cerita yang tidak pernah selesai. Aku sering memandangnya, berusaha menebak asalnya. Apakah itu tanda dari masa lalu yang keras, dari pertempuran, atau hanya kecelakaan kecil yang telah tumbuh menjadi mitos dalam pikiranku? Luka itu membuatnya semakin nyata, semakin manusiawi, dan semakin tidak terjangkau.
Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana dia memengaruhiku. Mungkin itu cara dia berbicara, suara berat yang menyeret setiap kata. Atau mungkin itu caranya bergerak, langkah-langkah yang seolah dirancang dengan presisi, membuat dunia seakan bergetar di bawah kakinya. Aku bahkan tahu bagaimana garis rahangnya tampak lebih tajam saat dia merenung, bagaimana matanya yang kelam memandang sesuatu yang jauh, sesuatu yang akan sulit aku pahami.
Aku mengagumi setiap detil dari tubuhnya dengan rasa takut yang aneh, seolah-olah hanya dengan memikirkannya, aku telah melanggar batas moral yang tidak terlihat. Ada sesuatu yang hampir religius dalam obsesiku — dia adalah patung suci yang tidak boleh disentuh, tetapi setiap malam…