Member-only story
Ketika Tidak Tahu Harus Menulis Apa
Sebuah Dialog Sunyi dengan Malam
Malam ini, saya duduk di depan layar laptop. Kursor berkedip-kedip di tengah dokumen kosong, seolah sedang mengejekku. Sudah hampir satu jam berlalu, tapi saya tak tahu harus mulai dari mana. Ada banyak hal berkecamuk di kepala, pikiran yang saling dorong, saling tumpang tindih. Namun, tak satu pun berhasil kurangkai menjadi kalimat.
Saya menarik napas panjang, mencoba memberi ruang pada pikiran yang kusut. Katanya, napas dalam bisa membantu menjernihkan kepala. Tapi kenyataannya? Napas itu malah terasa berat, seperti sedang menarik beban yang tak terlihat. Saya bangkit dari kursi dengan frustrasi menuju dapur. Sepertinya ini bukan malam yang produktif.
Di dapur, saya membuat kopi. Ritual ini biasanya ampuh untuk memancing inspirasi. Bunyi sendok yang mengaduk bubuk kopi, wangi air panas yang menyentuh permukaan cangkir, semuanya sering kali memberi perasaan baru, semacam kelegaan kecil. Tapi malam itu, kopi pun gagal membantu. Pikiran tetap kusut, seperti simpul tali yang tak bisa dilepaskan.
Dengan secangkir kopi di tangan, saya melangkah keluar. Halaman belakang selalu jadi tempat favorit saat butuh istirahat. Udara malam menyentuh wajah, lembut, seperti pelukan yang tak pernah diminta. Saya duduk di bangku kayu yang mulai berderit karena usia. Dari…