Member-only story
Kopi yang Terlalu Manis
Sudah bayar, tetap harus diminum
Sabtu pagi di kedai kopi. Bau espresso menyeruak di udara, bercampur dengan wangi kayu dan suara mesin grinder yang meraung-raung. “Cekrik…!” suara kamera ponsel dari meja sebelah. Ah, ada lagi orang yang sibuk mengabadikan latte art sebelum akhirnya mengaduknya tanpa ampun. Saya pun juga melakukannya!
Saya duduk di seberang teman saya yang seperti biasa memesan kopi hitam. Hitam pekat, tanpa gula, tanpa basa-basi. Saya? Entah kenapa pagi ini ingin sedikit berbeda. Jadi saya memesan latte, dengan sedikit gula. Sedikit, ya, hanya supaya ada manisnya tapi tidak sampai bikin eneg.
Lalu tiba saatnya kopi saya datang. Saya aduk pelan, meniupnya sedikit, lalu menyeruput perlahan. Dan… jlegerr! Rasanya manis sekali. Manis yang tidak bisa ditawar, tidak bisa dinegosiasi. Ini bukan “sedikit gula,” ini seperti ada satu sendok makan gula yang tercebur tanpa rencana.
Saya mendongak, melirik teman saya yang asyik menyesap kopinya. “Gimana?” tanyanya.
Saya ingin jujur, ingin bilang kalau ini terlalu manis, tapi akhirnya saya hanya mengangkat bahu dan tersenyum tipis. “Enak,” jawab saya, setengah bohong.
Padahal di dalam kepala, saya sudah mengeluh panjang. Kalau saja bisa dikurangi gulanya. Kalau saja saya pesan yang lain. Kalau saja……