Member-only story
Pagi yang Memilih Teh
Nikmati tanpa tergesa
Tak seperti biasanya, pagi ini bukan aroma kopi yang menemani saya. Entah dorongan dari mana, tangan saya meraih bungkus teh yang tersimpan di sudut rak dapur. Dingin pagi menyelusup lewat celah jendela kos, membawa aroma sisa hujan semalam — seperti napas alam yang baru saja dibasuh.
Biasanya, kopi adalah perintah. Ia tajam, cepat, dan tak sabar. Setiap hirupannya seperti cambuk halus yang memaksa mata untuk lebar terbuka. Tapi teh, ah, teh punya cara bicara yang berbeda. Ia mengajak duduk, bersandar, dan mendengarkan. Dan pagi ini, saya memilih mendengarkan.
Belum jadi member Medium? Baca selengkapnya di sini
Keheningan yang Lembut Berbisik
Uap dari cangkir teh mengalir perlahan, melukis garis-garis tipis di udara. Saya mengamatinya, seperti mengamati pemikiran yang sering terabaikan dalam kebisingan rutinitas. Hening. Tak ada tuntutan untuk segera bertindak, tak ada desakan untuk bergegas. Dalam situasi ini, saya menemukan ruang untuk bertanya pada diri sendiri — mengapa selalu kopi?
Teh ini seperti sebuah pelajaran halus, mengingatkan saya pada teori Taoisme tentang keseimbangan. Hidup, seperti pagi, tidak selalu harus dimulai dengan energi yang menggelegak. Kadang, ia meminta kita berjalan pelan, menyelaraskan langkah…