Member-only story
Tulisanmu Tak Harus Selalu Berbobot
Menulis bukan soal layak, tapi soal bertumbuh
Ada satu masa ketika saya berhenti menulis hanya karena satu hal: merasa tulisan saya tidak layak dibaca siapa pun.
Saya menyunting kata demi kata sampai habis rasa percaya diri, menyamakan draf saya dengan tulisan orang-orang yang saya kagumi. Hasilnya selalu sama: tulisan itu mengendap di folder (sampai tulisan ini terbit, sekiranya ada 98 tulisan yang tersimpan di draft), jadi tumpukan karya yang “nyaris”, tapi tak pernah berani dilepas ke dunia.
Lalu saya sadar, bahwa rasa minder ini bukan hal baru. Banyak teman penulis — yang diam-diam mengagumkan — bercerita tentang ketakutan serupa: takut tulisannya dianggap remeh, tidak berbobot, atau bahkan tidak penting. Seolah setiap tulisan harus mampu memecahkan wacana intelektual, punya muatan nilai, atau layak jadi rujukan akademik.
Belum menjadi member Medium? Baca selengkapnya di sini.
Padahal, siapa yang menentukan “berbobot” itu apa?
Barangkali ini waktunya kita hening sejenak dan bertanya: apakah sebuah tulisan hanya layak jika disukai banyak orang? Atau jika mengandung kutipan-kutipan canggih dan nama-nama pemikir besar? Bukankah tulisan juga bisa menjadi cermin: entah itu kabur, retak, atau belum selesai dibersihkan?