Member-only story
Ketika yang Tak Terucap Justru Lebih Bermakna
Kita berbicara bukan hanya dengan kata-kata
Saya tertarik menulis ini setelah membaca artikel Uda Ivan Lanin tentang “Memahami Makna Terserah.” Uda menyampaikan bahwa makna bukan hanya berasal dari bunyi kata-kata, melainkan juga dari hubungan antarpenutur, intonasi, serta situasi yang melingkupinya. Dalam komunikasi sehari-hari pun, yang tersirat justru sering kali lebih penting daripada yang tersurat.
Saya langsung teringat pada percakapan sehari-hari yang sering kali lebih menyerupai permainan catur ketimbang pertukaran informasi. Misalnya, ketika seseorang berkata, “Oh, bagus ya,” dengan nada datar dan senyum tipis. Secara harfiah, itu terdengar seperti pujian, tapi di baliknya bisa tersembunyi sarkasme yang tajam.
Belum menjadi member Medium? Baca selengkapnya di sini.
Makna, ternyata, adalah sesuatu yang lincah dan penuh lapisan. Ludwig Wittgenstein pernah mengatakan dalam Philosophical Investigations bahwa makna sebuah kata tidak melekat pada kata itu sendiri, melainkan pada penggunaannya dalam language games atau permainan bahasa.
Kata yang sama bisa berarti sesuatu yang berbeda tergantung siapa yang mengucapkannya, dalam konteks apa, dan kepada siapa. Jika makna hanya bergantung pada teks, maka kamus seharusnya sudah cukup…